Monday, December 16, 2013

Bersatu dalam Wajan Kerak Telor

Wikipedia
Langit Jakarta cerah ceria malam itu. Purnama yang belum bulat sempurna mengintip di sela gumpalan cumulus. Menemani tangan terampil Jamal (52), menaburkan sesendok beras ketan di atas ketel mini yang sudah dipanaskan, lalu menutupnya.

Selang beberapa menit, ketan mengerak. Giliran sebutir telur bebek dia pecah-campurkan hingga merata. Serundeng, irisan cabai rawit, kencur, jahe, merica bubuk, ebi, garam, dan gula pasir menyusul kemudian. Tangan kanannya juga tak kalah cekatan memainkan kipas bambu bertangkai untuk menjaga api di anglo agar menyala sempurna.

Jamal merupakan satu dari sekian banyak pedagang kerak telor yang masih bertahan di kawasan Monumen Nasional (Monas). Pria asli Betawi itu mengaku, setiap hari berjualan di objek wisata yang menjadi icon Jakarta itu. "(Saya) datangnya sore. Rumah saya di Buncit, Jakarta Selatan," aku Jamal kepada Okezone, beberapa waktu lalu.

Dia memilih untuk berjualan pada sore hingga malam hari, lantaran rupiah yang didapat lebih banyak dibandingkan berdagang di siang hari. Jamal baru pulang setelah malam merangkak menuju dini hari. “Kalau siang sudah banyak yang jualan, jadi sepi (pengunjung)," ungkapnya.

Bapak tiga anak itu juga mengaku terkadang berjualan di wilayah lain. Namun, itu dilakukan saat momen-momen tertentu. Seperti saat hajat tahunan Pekan Raya Jakarta (PRJ) menjelang HUT Batavia. “Mungkin tahun ini saya juga buka lapak di sana," katanya.

Mengapa kerak telor? Jamal mengaku hanya meracik kuliner itulah keahliannya. Dari berjualan kerak telor Jamal bisa mengantongi uang Rp150 sampai Rp200 ribu setiap malam. Satu porsinya dia banderol seharga Rp15 ribu.

Tak banyak referensi yang memaparkan secara jelas asal-usul makanan ini. Meskipun telah berjualan Kerak Telor sejak 1990-an, Jamal juga tidak mengetahui dengan pasti asal-usul kudapan ini. Dia mengaku memiliki keterampilan meracik kerak telor dari keluarganya. "Dulu waktu kecil kan lihat orang-orang itu, akhirnya belajar sampai sekarang ini buat cari makan," tandasnya.

Mengenai asal-usul kerak telor memang masih simpang siur. Informasi yang berkembang di masyarakat, makanan ini dilahirkan sekumpulan masyarakat Betawi Menteng yang hendak meracik sebuah makanan yang berbahan ketan, kelapa parut dan bumbu dapur lainnya.

Aksi iseng ini ternyata mendapat respons positif dari masyarakat. Pada tahun 1970-an sekumpulan masyarakat Betawi lantas mencoba peruntungan dengan berjualan resep uniknya itu di kawasan Monas dan ternyata laku keras, bahkan makanan ini seperti menjadi makanan khas Betawi.

Menurut pakar Budaya Betawi, Indra Sutrisna, makanan kerak telor sudah ada semenjak masa penjajahan Belanda di Indonesia. Dulunya makanan ini lebih sering dikonsumsi orang-orang Belanda. "Kerak telor Betawi itu sudah ada sejak zaman Belanda," kata Indra.

Orang-orang Belanda menjadikan kerak telor sebagai makanan pembuka. Orang-orang Belanda, kala itu menginginkan sebuah makanan yang mirip dengan omelet mie, yang dikombinasikan dengan racikan masakan ala Betawi.

Masyarakat Betawi mengusung nilai kesehatan pada kerak telor racikannya. Alhasil, mie diganti dengan beras ketan, serta penambahan bahan rempah-rempah di dalamnya.

Namun seiring perkembangan zaman, kerak telor kini telah menjadi hidangan yang merakyat yang bisa dinikmati oleh siapa saja.

Perkembangan lain, menurut Indra, adalah keanekaragaman rasa dari kerak telor itu sendiri. Saat ini para pedagang kerak telor menyediakan makanan tersebut dengan rasa yang bermacam-macam.

"Banyak kreasi yang dilakukan. Dulu, kerak telor Betawi tidak ada rasa pedas, juga enggak menggunakan abon. Kalau ditanya khasnya kerak telor Betawi itu hanya telur, ebi, serundeng, dan bawang goreng saja," paparnya.

Wikipedia
Sementara itu, berdasarkan situs resmi Lembaga Kebudayaan Betawi, sejarah atau asal-usul dari Kerak Telor belum bisa dipaparkan secara jelas. Para sesepuh Betawi meyakini, munculnya makanan kerak telor tidak lepas dari proses akulturasi antar bangsa, mengingat pada Abad ke-5 Jakarta menjadi salah satu pusat berkumpulnya para pedagang dari luar Nusantara. kerak telor, diyakini campuran antara budaya kuliner dari India, Arab, Tionghoa, dan Portugis. Akulturasi budaya itu pun bersatu dalam wajan kerak telor.

Pengaruh budaya kuliner dari negara-negara tersebut dibawa oleh para pedagang yang terkadang juga berperan sebagai juru masak handal. Biasanya, mereka memperkenalkan berbagai masakan asli negaranya yang diolah dengan bahan-bahan, semisal rempah-rempah, yang berasal dari Indonesia.

Terlepas sejarah atau asal-usul mana yang benar mengenai kerak telor, yang wajib dilakukan saat ini adalah terus melestarikan kerak telor sebagai salah satu produk budaya masyarakat Betawi di tengah-tengah menjamurnya sajian makanan ala barat di Indonesia.

Kue Ape

Ada satu jajanan di Jakarta yang dari bentuknya, dan namanya, cukup unik. Kue ape, namanya.  Konon, namanya berasal dari pertanyaan: "Ini kue ape, bang?. Kemudian dijawab, "Ya, kue 'ape'". Entah benar atau tidak...

Kue ini umumnya berwarna hijau, berbentuk lingkaran dengan ukuran diameter sekitar 10 s.d. 15 cm, berwarna hijau pada bagian tengahnya dan pinggiran tipis kehitaman. Ketika pertama kali Anda mencicipinya, maka pinggirannya yang tipis akan terasa garing seperti keripik. Bagian inilah yang biasanya dicicipi orang pertama kalinya. Bagian tengahnya lebih lembut dengan pori-pori, namun berisi.

Penambahan susu dan pandan yang segar akan memberikan citarasa yang berbeda. Kue ini jarang sekali ditemukan di restoran. Jika Anda ingin merasakannya, coba datang lah ke Passerr Baroe (Pasar Baru), Jakarta Pusat. Pedagang kue ape biasanya dapat ditemukan mangkal di tepi jalan menggunakan gerobaknya.

Berikut ini adalah cara membuat kue ape dikutip dari femina.co.id :

Alat:

Wajan mini khusus serabi *)

Bahan (Untuk 25 buah) :

200 g tepung terigu serbaguna, ayak
100 g tepung beras, ayak
150 g gula pasir
1/2 sdt garam
1/2 sdt soda kue
3/4 sdt baking powder
1/2 sdt vanili bubuk
600 ml santan dari 1 butir kelapa parut
Minyak, untuk olesan
Cara Membuat:

Campur semua bahan kering, tuangi dengan ½ bagian santan. Aduk sambil pukul-pukul dengan tangan hingga tercampur rata dan lembut.
Tambahkan sisa santan, aduk kembali hingga rata. Sisihkan.
Panaskan wajan, olesi minyak. Tuang 50 ml adonan, ratakan hingga ke bagian tepi wajan. Masak hingga matang dan kering. Angkat.
Lakukan kembali hingga adonan habis.

*) Wajan khusus serabi: Wajan berukuran mini yang biasa digunakan untuk membuat kue serabi. Biasa dijual di pasar tradisional. 

Monday, December 02, 2013

Roti Buaya, Simbol Kesetiaan


Setiap acara pernikahan yang mengusung adat Betawi, pasti tak pernah meninggalkan roti buaya. Biasanya roti yang memiliki panjang sekitar 50 sentimeter ini dibawa oleh mempelai pengantin laki-laki pada acara serah-serahan.

Selain roti buaya, mempelai pengantin laki-laki juga memberikan uang mahar, perhiasan, kain, baju kebaya, selop, alat kecantikan, serta beberapa peralatan rumah tangga.

Dari sejumlah barang yang diserahkan tersebut, roti buaya menempati posisi terpenting. Bahkan, bisa dibilang hukumnya wajib. Sebab, roti ini memiliki makna tersendiri bagi warga Betawi, yakni sebagai ungkapan kesetiaan pasangan yang menikah untuk sehidup-semati.
Asal muasal adanya roti buaya ini, konon terinspirasi perilaku buaya yang hanya kawin sekali sepanjang hidupnya. Dan masyarakat Betawi meyakini hal itu secara turun temurun.

Selain terinspirasi perilaku buaya, simbol kesetiaan yang diwujudkan dalam sebuah makanan berbentuk roti itu juga memiliki makna khusus. Menurut keyakinan masyarakat Betawi, roti juga menjadi simbol kemampanan ekonomi. Dengan maksud, selain bisa saling setia, pasangan yang menikah juga memiliki masa depan yang lebih baik dan bisa hidup mapan.

Karenanya, tak heran jika setiap kali prosesi pernikahan, mempelai laki-laki selalu membawa sepasang roti buaya berukuran besar, dan satu roti buaya berukuran kecil yang diletakkan di atas roti buaya yang disimbolkan sebagai buaya perempuan. Ini mencerminkan kesetian mempelai laki-laki kepada mempelai perempuan sampai beranak-cucu. Tradisi ini masih berlangsung sampai sekarang.

Menurut Haji Ilyas, salah satu tokoh Betawi di Tanahtinggi, Jakarta Pusat, meski saat ini banyak warga Betawi yang merayakan pernikahan secara modern, tapi mereka masih memakai roti buaya sebagai simbol kesetiaan. Karena roti buaya sudah membudaya bagi warga Betawi.
"Adat kite ntu kagak ilang. Masih banyak nyang pake. Kite ambil contoh di kawasan Condet, Palmerah sampe ke Bekasi, malahan sampe Tangerang," lanjut pria yang sering disapa Haji ini.

Sayangnya, saat ini roti buaya tidak mudah dijumpai di toko-toko roti. Untuk itu, bagi pasangan yang akan menikah harus pesan dulu ke tukang roti. Dan harganya juga bervariasi tergantung ukuran yang dipesan, yakni mulai dari 50 ribu hingga ratusan ribu rupiah. Itu sudah termasuk rasa roti, keranjang, dan asesoris pelengkapnya. "Roti buaya adalah kue perayaan, jadi nggak setiap hari ada. Kalau mau beli harus pesan dulu," kata Ari, salah satu pedagang kue di Pasar Senen.

Sejatinya, bagi warga yang sudah terbisa membuat roti, tidak terlalu sulit membuat roti buaya ini. Sebab, bahan dasarnya sangat sederhana, yakni terigu, gula pasir, margarine, garam, ragi, susu bubuk, telur dan bahan pewarna. Keseluruhan bahan tersebut dicampur dan diaduk hingga rata dan halus, kemudian dibentuk menyerupai buaya. Setelah bentuk kemudian dioven/panggang hingga matang.
[Kompas/Berita Jakarta]

Soto Betawi

Anda mencoba membuat soto Betawi? Resep dari reseponline.info berikut bisa menjadi panduan untuk anda membuat soto betawi untuk dinikmati bersama keluarga dirumah. Setelah anda mahir, bisa juga bisa menjadi peluang untuk usaha Anda.

Bahan Bahan Soto Betawi Enak Mudah Lezat

300 gram daging sandung lamur, dipotong 1 x 2 cm
1.500 ml air untuk merebus daging
150 gram babat, direbus
100 gram paru, direbus
2 lembar daun salam
3 cm kayumanis
1 sendok teh pala bubuk
800 ml santan dari 1 1/2 butir kelapa
2 sendok makan minyak
Bumbu Halus

12 butir bawang merah
4 siung bawang putih
1 cm jahe
1 cm lengkuas
1 sendok teh ketumbar, disangrai
3/4 sendok teh merica
3/4 sendok teh jinten
3 butir kemiri, disangrai
6 sendok teh garam
2 sendok teh gula pasir
Pelengkap

2 batang daun bawang, diiris tipis
1 batang daun seledri, diiris tipis
2 buah tomat, dipotong – potong
kecap manis
bawang goreng
emping goreng
Sambal Rawit

20 buah cabai rawit merah, direbus
1/4 sendok teh garam
Cara Pengolahan

Rebus daging dengan air sampai lunak dan empuk. Ukur kaldunya 1.500 ml.
Panaskan minyak. Tumis bumbu halus, daun salam, kayumanis, dan pala sampai harum. Masukkan daging dan jeroan. Aduk rata.
Masukkan kaldu. Masak sampai mendidih. Masukkan santan.
Sajikan dengan pelengkap dan sambal.

Untuk 7 porsi

Gado-Gado

Siapa yang tak kenal dengan gado-gado betawi? Sajian bersaus kacang nan gurih ini bisa Anda nikmati dengan lontong atau nasi sebagai pelengkapnya atau Anda ingin menikmatinya tanpa lontong ataupun nasi? Oke juga...


Bahan-bahan/bumbu-bumbu:
150 gram kacang panjang, dipotong 2 cm
200 gram kol, diiris kasar, direbus sebentar
75 gram taoge, diseduh
1 buah labu siam, dikukus
1 buah tahu cina, digoreng
200 gram tempe, digoreng
2 buah ketimun, dipotong-potong
50 gram kerupuk kanji goreng
1 sendok makan bawang merah goreng

Bahan Saus:
175 gram kacang tanah goreng
5 buah cabai merah rawit, direbus
3 siung bawang putih, digoreng
1/2 sendok teh garam
4 sendok teh gula merah sisir
125 ml air
2 sendok teh air asam dari 1 sendok teh dan 2 sendok makan air
2 buah jeruk limau, diperas airnya

Cara membuat:
Saus, ulek bawang putih, cabai rawit, garam, gula merah,dan kacang tanah sampai halus. Tuang air sedikit sedikit sambil diulek sampai halus. Tambahkan air asam. Aduk rata. Masukkan air jeruk limau.Aduk rata.
Campur semua sayuran. Aduk rata. Sajikan bersama kerupuk kanji dan taburan bawang merah goreng.


Untuk 4 porsi
[www.sajiansedap.com]

Sunday, December 01, 2013

Asinan Jakarta

Salah satu jenis hidangan yang komplet dari segi citarasa, yakni asinan Jakarta, demikian disampaikan pakar kuliner Indonesia William Wongso  dalam kesempatan demo masak di Jakarta Convention Center, 20 Agustus 2013 (www.okefood.com).  Asinan Jakarta memiliki rasa manis, pedas, asin, dan asam yang menyegarkan. Kuliner yang terdiri dari potongan sayur-sayuran dan buah-buahan segar ini menggunakan siraman kuah pedas, manis, asin dan asam. Untuk mendapatkan rasa asinan yang lezat, maka kuncinya rasa ‘kemanisan’ pada kuah asinan.

“Sesuatu yang namanya asam, asin, manis, pedas, tergantung pada selera individu. Untuk takaran garam, gula, cuka, cabai, jangan percaya pada resep, karena di setiap tempat yang berbeda rasa gula, garam, atau bumbu lainnya bisa berbeda, bisa lebih pekat atau kurang,” kata William Wongso di sela mencampurkan bahan.

“Kadar kemanisan setiap orang berbeda, Anda harus mencicipi kuah pedasnya yang telah ditambahkan gula. Jika sudah pas kemanisannya, baru tekan dengan cuka, dan terakhir garam, sesuaikan selera sambil diaduk,” lanjutnya.

Bila rasa yang diinginkan sudah pas, maka selanjutnya campurkan sayuran segar dan buah-buahan yang telah dipotong-potong, seperti wortel, kol, toge, mangga muda, dan nanas, atau apapun yang Anda inginkan. Tambahkan pula kacang tanah yang sudah digoreng.

Jika asinan ingin langsung disantap, maka kacang tanah bisa langsung dicampur. Namun bila ingin didiamkan terlebih dahulu, maka kacang tanah dimasukkan saat asinan akan disantap. Anda dapat pula menghaluskan kacang tanah sebagai pilihan jika suka.

Bagi anda yang ingin mengetahui resep Asinan dari Jakarta, berikut adalah resep Asinan Jakarta sebagaimana dikutip dari reseponline.info

Bahan-bahan/bumbu-bumbu:

100 gram selada, dipotong-potong
150 gram sawi asin, diiris tipis
50 gram lokio
150 gram ketimun, dipotong-potong
100 gram kol, diiris tipis
100 gram taoge
200 gram tahu putih, dipotong kotak 1 cm, dikukus
6 buah kerupuk mi, digoreng
50 gram kerupuk merah, digoreng
50 gram kacang tanah, digoreng
75 gram mi kuning, diseduh, ditiriskan

Saus

500 ml air
100 gram gula merah, disisir halus

Bumbu Halus

150 gram kacang tanah goreng
2 buah cabai merah
1 buah cabai rawit
25 gram ebi sangrai
2 sendok teh cuka
3/4 sendok teh garam
50 gram gula pasir

Cara Membuat

Saus, rebus gula merah dan air. Didihkan lalu saring.
Tambahkan bumbu halus. Rebus sampai mendidih. Dinginkan.
Tata sayuran dan tahu di dalam mangkuk. Siramkan bumbunya.
Sajikan bersama kerupuk, mi kuning, dan kacang goreng.

(Untuk 5 porsi)

Sunday, November 17, 2013

Jakarta (Short History)


Jakarta berawal dari sebuah pelabuhan kecil bernama Sunda Kelapa dan berada di bawah kekuasan dinasti Pajajaran, yaitu kerajaan Hindu terakhir di Jawa Barat. Sunda Kelapa adalah kota niaga dan menjadi pusat perdagangan internasional pada masa itu. Portugis merupakan bangsa pertama yang menginjakan kakinya di Sunda Kelapa  pada tahun 1522 sebagai utusan Gubernur Malaka. Stelah mengadakan perjanjian mereka mendirikan Benteng di dekat muara Sungai Ciliwung atas izin penguasa Sunda Kelapa.

Tahun 1527 orang-orang Portugis tersebut kembali dengan membawa sebuah armada kecil tanpa mengetahui bahwa Sunda Kelapa sudah jatuh ke tangan Fatahillah, maka terjadilah pertempuran di sekitar Teluk Jakarta yang akhirnya dimenangkan oleh Fatahillah. Dan atas prakarsanya pada tanggal 22 Juni 1527 nama Sunda Kelapa diubah menjadi Jayakarta yang artinya kemengan yang sempurna.

Daya tarik Sunda Kelapa sebagai pelabuhan dagang membuat bangsa-bangsa Belanda dan Inggris datang ke Jayakarta untuk melakukan misi dagang, dengan memanfaatkan setiap pengaruh dari setiap konflik yang terjadi antara penguasa lokal untuk mendapatkan keuntungan.

Belanda pertama kali datang ke Jakarta tahun 1596 dibawah pimpinan Cornelis de Houtman setelah mendirikan Vereenigde Oost-indische Compagnie (VOC). Hingga awal abad ke-16 para pedagang dari Belanda membuka pos perdagangan di Jayakarta. Pada akhir tahun 1618, Inggris menduduki pos perdagangan Belanda setelah berhasil mengambil simpati masyarakat setempat. Dibawah kepemimpinan Jan Pieterzoon Coen, perusahaan dagang Belanda atau VOC merebut kota Jayakarta dan mengganti namanya menjadi Batavia pada tahun 1619 dengan demikian Belanda memulai penjajahannya atas Indonesia selema lebih 3,5 abad sampai dengan kedatangan bala tentara Jepang pada tahun 1942.

Setelah Batavia jatuh ketangan Jepang pada tahun 1942, namanya berubah menjadi Jakarta. Setelah Jepang menyerah kepada tentara sekutu pada tahun 1945, maka bangsa Indonesia mengumumkan kemerdekaannya. Setelah proklamasi kemerdekaan tahun 1945, Jakarta  ditetapkan sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kemudian pada tahun 1950 menjadi Kotapraja dibawah pimpinan Walikota. Pada tahun 1964 statusnya dinaikkan setingkat menjadi provinsi dan disebut Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta dibawah pimpinan Gubernur. Setelah diberlakukannya otonomi daerah, pada tahun 1999 Jakarta dikukuhkan  menjadi Provinsi DKI Jakarta.

Monday, September 03, 2012

If You Care Indonesia, Spread This Video


Fakta mengenai Industri dan bisnis rokok di Indonesia, penetrasi rokok dalam masyarakat Indonesia
Tahu ga? 
  • kalo harga rokok Marlboro di Amerika itu sekitar Rp 110.000,- ($ 12) per bungkus?
  • kalo ternyata pemilik Sampoerna saat ini adalah orang yang sama dengan Pemilik Marlboro?
  • kalo di Indonesia diperkirakan 400.000 orang per tahun meninggal oleh penyakit yang disebabkan oleh rokok?
Dalam Konferensi Dunia untuk Tembakau 2010 di Jakarta, Koresponden Christof Putzel pergi menyelinap dan melakukan pembicaraan dengan karyawan perusahaan tembakau. Ia juga melakukan wawancara dan investigasi langsung mengenai bocah perokok terkecil di Dunia.

Ia juga memaparkan mengenai fakta-fakta cengkraman bisnis tembakau global di Indonesia.


Jika anda berpikir boleh mendukung rokok untuk membantu membantu mereka yang bekerja dalam industri tembakau, maka datanglah ke Rumah sakit Jantung Harapan Kita dan pikirkan siapa yang bersedia membatu para pasien?

Tolak! World Tobacco Asia 2012

You Worry About Me. But Why Not About Your Self?

Tuesday, November 07, 2006

Interesting Places to Visit

Taman Mini is a beautifully planned and well maintained theme park in which the varied cultural and artistic traditions of indonesia's people are depicted in all their colour and diversity. Each of the country's 27 provinces is represented by its own pavillion. and area. There, the handicrafts and food of that province can be purchased. There are regular performances of traditional dance -- and splendid wedding ceremonies are also held. Within the 100-hectare Taman Mini complex, you'll also find botanical gardens, a bird's park, an Aquarium, a Komodo Dragon museum, A great collection of marriage regalia, a stamp exhibit, an elaborate telecommunications display, an aerial tramway and a giant-screen IMAX movie theatre, along with rides & amusements. New attractions are being added all the time. This is a family-oriented spot, so it's specially crowded on weekends. Try to spend a whole day just wandering around, if you can. Dont Forget to bring your Camera with you! ---You can get to "Taman Mini" along the tollway by taking a taxi from any mid-city hotel. Many local tour companies also include it as a stop on their itineraries. For more information and full schedule of activities, call 840-9270.

The Ancol Recreation Area
Ancol, located alone the oceanfront in North Jakarta and just 20 minutes from Monas by taxi, is one of the capital's true delights. There's a Marina (-- departure point for travel to a series of offshore island resorts --), an eighteen-hole golf course open to the public, an elaborate water park, an oceanarium (-- Sea World --), the Dunia Fantasia amusement park and the outdoor art market called Pasar Seni. Pasar Seni is an excellent place to watch painters, woodcarvers, leather crafters and other artisans at work. It's also a great spot to enkoy fried squid salad or chicken soup or es kelapa muda at a shaded outdoor restaurant or enjoy free performances of music, dance or puppetry on the centrally located outdoor stage. Unlike the ever popular Jl. Surabaya market, Pasar Seni has no high-pressure touts or "special-price-for-you-today" atmosphere. Therefore, spending an hour or two is a superb way to escape from the central city's congestion and noise.

The National Monument
"Monas"
Built during the administration of Soekarno, Indonesia's first president, this towering obelisk topped with a golden flame can be seen from nearly any part of Jakarta and serves as a useful reference point for those apt to get lost. An elevator takes visitors to the very top of the 132-metre monument, where there's an observation desk. At the base of the monument is a small museum containing historical exhibits and dioramas. Monas is open seven days a week from 8:00 am to 5:00 pm.

The Jalan Surabaya Market
Even Bill Clinton managed to sqeeze in a little shopping recently at this famous street market in Jakarta's centrally located Menteng neighborhood. Along this half-kilometer stretch just off gracious Jl. Diponogoro is a collection of stalls selling "antiques" (-- many of them newly fabricated --). The selection includes puppets, weavings, musical instruments, nautical bric-a-brac, wooden carvings and much much more. Bargain strenuously! And if you need extra luggage to carry home your purchases, there are at least a dozen shops selling suit cases of every concievable size and shape.

The Ragunan Zoo
This collection of animals is located in South Jakarta, about a half-hour's taxi ride from the city sentre. The atmosphere is extremely pleasant, with long shaded walkways winding among exhibits. On display are many of Indonesia's rare and endangered wildlife species: the komodo dragon, the sumateran tiger, the orang utan, the cendrawasih bird & so on. There are plenty of food stalls and small informal restaurants at the zoo too, making it pleasant place to grab a bite. To get there, ask your taxi driver to take you to "Kebun Binatang Ragunan". (-- chances are that he won't know the word "zoo"! --)

see also http://www.freeyellow.com/members5/sahabat-satwa/zool.htm

Taman Ismail Marzuki
"TIM"
TIM is a collection of buildings in the Cikini neighborhood housing exhibit halls and performance spaces dedicated to the arts. Within the complex, you'll also find a planetarium, several cinemas and numberous small restaurants and foodstalls.

Sunda Kelapa Harbour
It was from this spot in North Jakarta that the city originated nearly five centuries ago. Today, there's a maritime museum to visit, a fish market to tour (best early in the morning) and some interesting lanes to walk along. The most memorable sight, thought, is the very long row of hand-built wooden sailing ships (called perahu pinisi) which still carry cargo across the open sea to other indonesian islands. They're lined up in all their splendor -- almost as if they were posing for your camera!

The Pancasila Sakti Monument
This memorial near the "Taman Mini Theme Park" is built at the site where the bodies of seven murdered military officers were dumped into a well during an abortive coup in 1965.

Fatahillah Square
This Historic square was an important center of municipal life during colonial times under the dutch. Today, its a great place to learn more about Jakarta's political and cultural history because of the museums around or near it. (it is also convenient to the Pasar Ikan area). Bordering the square to the south is the Jakarta History Museum, built in 1627 as a warehouse and today housing an interesting collection of archeological and historical items: statuary, paintings and drawings, furniture, coins & so on...

Along the East Side of Fatahillah square is the city's Museum of Fine Arts. It contains a fairly comprehensive collection of works by such well-know Indonesian artists as: Raden Saleh, Affandi, Basuki, Abdullah, Dullah, Srihadi and Jeihan. The array of ceramics (both local & Foreign) on display is also quiet varied.

West of the square is the Wayang Museum, housing a diverse collection of traditional puppets from across the archipelago. Housed in a very old dutch mansion.

National Museum
The National Museum, located along Jl. Merdeka Barat, the street bordering Monas square on the west, is a vast repository of things Indonesian: gold jewelry, bronze and stone sculptures, traditional costumes from various regions, stamps, coins, ornate, old colonial furniture, puppets, toys, modes of transportation, geologic samples, old prints and much much more. You could easily get lost here --happily so-- for several days. It's easy to recognize the building since its marked by two copper elephant statures in front.

The Textile Museum
Off the beaten track (on Jl. K.S. Tuban in the neighborhood called Tanah Abang), the textile museum will fascinate anyone interested in traditional weavings and old techniques for hanad-looming and dye-printing fabrics. Most of Indonesia's many cultural groups are represented in the collection.

The Armed Forces Museum
This Museum on Jl. Gatot Subroto contains many dioramas and exhibits relating to Indonesia's struggle for independence. There are displays of weapons -- and you can have your photo taken while posing next to a bullet-riddled sedan.

Pulau Seribu
The Thousand Islands
Hundred of Islands located in the waters off Jakarta are known collectively as The Thousand Islands. Many have become weekend getaway spots for Jakartans in search of clean cool air and a bit of quiet. Some of these islands contain up-market accomodations, fancy restaurants and an abundance of recreational options. Others offer modest facilities. Getting out of the island of your choice (from the ancol marina) could take as little as fifteen minutes or as long as three hours.